Realisasi Pembayaran Sukhoi Terhambat
25 Januari 2019
Pesawat tempur Sukhoi Su-35 (photo : 1zoom)
Jakarta, Kompas – Realisasi pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 tampaknya belum bisa dilakukan pada 2019. Pasalnya, hingga hari ini belum ada kejelasan pembayaran oleh pihak Indonesia.
Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Rabu (23/1/2019) di Kompleks Senayan, Jakarta mengatakan, ada tiga kementerian yang terlibat dalam pengadaan Sukhoi Su-35, "Selain Kementerian Pertahanan, juga Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan," kata Ryamizard.
Menurut Ryamizard, pihaknya sudah menandatangani kontrak, tetapi selanjutnya harus dilanjutkan dengan pembayaran. Pembayaran terbagi atas 50 persen dalam bentuk imbal dagang dengan produk-produk komoditas dan 50 persen dibayar tunai. Proses diawali dengan penentuan besaran imbal dagang dengan komoditas-komoditas tertentu yang bisa disediakan Indonesia dan dibutuhkan Rusia. "Setelah selesai dengan penentuan komoditas Kementerian Perdagangan, baru proses selanjutnya ke Menteri Keuangan. Kontraknya sudah saya tanda tangani," ujarnya.
Terkait sinyalemen adanya masalah dari Pemerintah Amerika Serikat yang oleh sejumlah pihak dituding menekan Indonesia untuk membatalkan pembelian, Ryamizard menepis hal itu. Dalam beberapa kali pertemuan, tambah Ryamizard, Menteri Pertahanan AS Jim Mattis menjamin AS tak akan menghambat pembelian Sukhoi oleh Indonesia.
Berdasarkan catatan Kompas, kontrak pembelian Sukhoi ditandatangani Kementerian Pertahanan, pertengahan Februari 2018. Kontrak diharapkan efektif, yaitu dibayar enam bulan atau Agustus 2018. Pembelian Sukhoi dilakukan untuk mengganti pesawat tempur F5. Sejauh ini, Pemerintah RI membeli 11 unit Sukhoi Su-35 seharga 1,14 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 15 triliun. Dalam kesepakatan imbal dagang, Indonesia akan membeyar dengan komoditas, seperti kelapa sawit dan kopi.
Dalam paparannya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tak menyebutkan Sukhoi Su-35 sebagai salah satu persenjataan yang akan datang pada 2019.
Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Agus Setiadji mengatakan, dalam kontrak dengan Rusia, pesawat tempur Su-35 akan datang setahun setelah kontrak efektif. Namun, karena hingga Januari ini belum ada pembayaran, tahun ini belum ada kepastian Sukhoi tiba di Indonesia.
Di sela-sela rapat dengar pendapat, Ryamizard juga menjelaskan kemajuan proyek pembuatan pesawat tempur generasi 4.5 dengan Korea Aerospace Industries (KAI), yaitu KFX. Proyek itu sebelumnya terkatung-katung, tetapi kini sudah dilanjutkan kembali.
(Kompas)
Pesawat tempur Sukhoi Su-35 (photo : 1zoom)
Jakarta, Kompas – Realisasi pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 tampaknya belum bisa dilakukan pada 2019. Pasalnya, hingga hari ini belum ada kejelasan pembayaran oleh pihak Indonesia.
Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Rabu (23/1/2019) di Kompleks Senayan, Jakarta mengatakan, ada tiga kementerian yang terlibat dalam pengadaan Sukhoi Su-35, "Selain Kementerian Pertahanan, juga Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan," kata Ryamizard.
Menurut Ryamizard, pihaknya sudah menandatangani kontrak, tetapi selanjutnya harus dilanjutkan dengan pembayaran. Pembayaran terbagi atas 50 persen dalam bentuk imbal dagang dengan produk-produk komoditas dan 50 persen dibayar tunai. Proses diawali dengan penentuan besaran imbal dagang dengan komoditas-komoditas tertentu yang bisa disediakan Indonesia dan dibutuhkan Rusia. "Setelah selesai dengan penentuan komoditas Kementerian Perdagangan, baru proses selanjutnya ke Menteri Keuangan. Kontraknya sudah saya tanda tangani," ujarnya.
Terkait sinyalemen adanya masalah dari Pemerintah Amerika Serikat yang oleh sejumlah pihak dituding menekan Indonesia untuk membatalkan pembelian, Ryamizard menepis hal itu. Dalam beberapa kali pertemuan, tambah Ryamizard, Menteri Pertahanan AS Jim Mattis menjamin AS tak akan menghambat pembelian Sukhoi oleh Indonesia.
Berdasarkan catatan Kompas, kontrak pembelian Sukhoi ditandatangani Kementerian Pertahanan, pertengahan Februari 2018. Kontrak diharapkan efektif, yaitu dibayar enam bulan atau Agustus 2018. Pembelian Sukhoi dilakukan untuk mengganti pesawat tempur F5. Sejauh ini, Pemerintah RI membeli 11 unit Sukhoi Su-35 seharga 1,14 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 15 triliun. Dalam kesepakatan imbal dagang, Indonesia akan membeyar dengan komoditas, seperti kelapa sawit dan kopi.
Dalam paparannya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tak menyebutkan Sukhoi Su-35 sebagai salah satu persenjataan yang akan datang pada 2019.
Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Agus Setiadji mengatakan, dalam kontrak dengan Rusia, pesawat tempur Su-35 akan datang setahun setelah kontrak efektif. Namun, karena hingga Januari ini belum ada pembayaran, tahun ini belum ada kepastian Sukhoi tiba di Indonesia.
Di sela-sela rapat dengar pendapat, Ryamizard juga menjelaskan kemajuan proyek pembuatan pesawat tempur generasi 4.5 dengan Korea Aerospace Industries (KAI), yaitu KFX. Proyek itu sebelumnya terkatung-katung, tetapi kini sudah dilanjutkan kembali.
(Kompas)
0 Response to "Realisasi Pembayaran Sukhoi Terhambat"
Post a Comment