Black Eagle Ditarget Memiliki Komponen Lokal 60%
01 Januari 2020
Black Eagle ketika belum dilakukan pengecatan (photo : Putut Reza)
Drone Mata-Mata Made in RI 60% Komponen Masih Impor
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia terus meningkatkan kemampuan membuat drone untuk keperluan pertahanan dan keamanan mulai dari urusan mata-mata hingga kombatan atau pertempuran. Pada Senin (30/12) drone bertipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) yang bernama 'Black Eagle' atau Elang Hitam memasuki tahap roll out atau keluar hanggar di PT DI, Bandung.
Drone prototipe pertama ini merupakan hasil produksi konsorsium yang terdiri dari BPPT, Kemenhan, TNI AU, PT DI, PT Len, dan ITB. Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu Widodo Pandoe mengatakan tak semua komponen drone MALE dibuat di dalam negeri.
"Komponen lokal 40%, target kita harus di atas 60%," kata Wahyu kepada CNBC Indonesia, Senin (30/12).
Spanyol dan Turki
Ia mengatakan beberapa komponen drone MALE yang masih harus diimpor adalah flight control system, weapon system dan lainnya.
"Flight control system dari Spanyol, untuk selanjutnya akan dibuat oleh PT Len, kalau komponen body pesawat 100% di dalam negeri, yang belum weapon system kerja sama dengan pihak luar. Kita penjajakan kerja sama dengan Turki," katanya
Drone MALE ini mampu terbang selama 24 jam dan mencapai ketinggian 30.000 kaki, drone ini membawa kamera dan radar. Pesawat ini untuk pengawasan perbatasan yang difungsikan untuk pertahanan dan keamanan wilayah.
BPPT juga sempat mengembangkan drone tipe Alap-Alap PA-06D lebih kecil dengan bentang sayap 3,2 m, berat maksimum saat takeoff (payload) 31 kg, lama terbang hanya 5 jam.
Selain itu, ada drone Wulung mampu terbang dari pusat take off hanya radius 100-120 kilometer (km), dan mampu terbang hanya selama 4 jam non stop. Wulung mampu terbang dengan ketinggian 8.000 kaki.
Black Eagle ketika belum dilakukan pengecatan (photo : Putut Reza)
Drone Mata-Mata Made in RI 60% Komponen Masih Impor
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia terus meningkatkan kemampuan membuat drone untuk keperluan pertahanan dan keamanan mulai dari urusan mata-mata hingga kombatan atau pertempuran. Pada Senin (30/12) drone bertipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) yang bernama 'Black Eagle' atau Elang Hitam memasuki tahap roll out atau keluar hanggar di PT DI, Bandung.
Drone prototipe pertama ini merupakan hasil produksi konsorsium yang terdiri dari BPPT, Kemenhan, TNI AU, PT DI, PT Len, dan ITB. Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu Widodo Pandoe mengatakan tak semua komponen drone MALE dibuat di dalam negeri.
"Komponen lokal 40%, target kita harus di atas 60%," kata Wahyu kepada CNBC Indonesia, Senin (30/12).
Spanyol dan Turki
Ia mengatakan beberapa komponen drone MALE yang masih harus diimpor adalah flight control system, weapon system dan lainnya.
"Flight control system dari Spanyol, untuk selanjutnya akan dibuat oleh PT Len, kalau komponen body pesawat 100% di dalam negeri, yang belum weapon system kerja sama dengan pihak luar. Kita penjajakan kerja sama dengan Turki," katanya
Drone MALE ini mampu terbang selama 24 jam dan mencapai ketinggian 30.000 kaki, drone ini membawa kamera dan radar. Pesawat ini untuk pengawasan perbatasan yang difungsikan untuk pertahanan dan keamanan wilayah.
BPPT juga sempat mengembangkan drone tipe Alap-Alap PA-06D lebih kecil dengan bentang sayap 3,2 m, berat maksimum saat takeoff (payload) 31 kg, lama terbang hanya 5 jam.
Selain itu, ada drone Wulung mampu terbang dari pusat take off hanya radius 100-120 kilometer (km), dan mampu terbang hanya selama 4 jam non stop. Wulung mampu terbang dengan ketinggian 8.000 kaki.
(CNBC)
0 Response to "Black Eagle Ditarget Memiliki Komponen Lokal 60%"
Post a Comment